Tampilkan postingan dengan label Citra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Citra. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Agustus 2013

SEDIKIT TENTANG PENGENALAN POLA

1.Apa Itu Pengenalan Pola (Pattern Recognition)?
 
Pengenalan Pola (Pattern Recognition) dapat diartikan dengan segala kegiatan yang dilakukan untuk pengambilan keputusan atau kesimpulan berdasarkan pola - pola kompleks objek atau informasi (Ripley:1996). Pengenalan Pola ini mulai dilakukan sejak data digital ditemukan, masalah pengenalan dan pencarian pola pada data digital merupakan salah satu pengetahuan fundamental dan memiliki banyak sejarah pengembangan dan kesuksesan, banyak ilmuan melakukan berbagai penelitian untuk mengembangkan metode metode baru untuk mempermudah pengenalan untuk berbagai pola objek. Beberapa contoh pengenalan pola yang telah dilakukan seperti pengenalan wajah, fingerprint, pola permainan catur, retina mata, peramalan cuaca, bahkan dalam lingkup perekonomianpun pengenalan pola digunakan, seperti dalam peramalan kurs mata uang, harga saham, dan banyak lagi penggunaan pengenalan pola yang telah diterapkan.

Pada intinya prinsip penganalan pola ini mengikuti prinsip kerja otak manusia dalam mengenali dan menyimpulkan tentang berbagai objek yang ditangkap oleh panca indra manusia, khususnya mata untuk citra dan telinga untuk suara, Secara alamiah setiap manusia dari awal ia dilahirkan ia telah melakukan berbagai pengenalan pola, seperti mengenal suara ibu, suara ayah, gambar – gambar yang berbentuk hewan, tumbuhan, manusia dan benda – benda lain, kemudian saat mulai memasuki sekolah ia dikenalkan dengan huruf – huruf selanjutnya dengan pola angka, bangun datar, bangun ruang dan berbagai bentuk dan bunyi lainnya, sehingga dari segi ruang lingkup pengenalan pola itu sendiri dapat kita simpulkan bahwa wilayah pengenalan pola sangat luas, pengenalan pola bisa bisa dilakukan dalam proses apa saja selagi itu bisa ditangkap oleh pancaindra manusia.

Saat suatu objek dikenalkan kepada manusia, maka otak manusia akan langsung melakukan pengenalan objek tersebut, sehingga jika ditemukan objek lain yang berpola seperti objek tersebut, dan otak manusia bisa menyimpulkan benda apa yang ditemukan itu. Cara kerja otak inilah yang diformulasikan, sehingga menjadi beberapa method yang diterapkan pada sistem terkomputerisasi. Kemampuan otak manusia seperti inilah yang di teliti oleh para ahli tentang, bagaimana cara mengenalnya, membandingkannya dan pencariannya, sehingga bisa menyimpulkan objek apa yang ditemukan tersebut.

2.Perkembangan Metode Pengenalan Pola

Metode pengenalan pola berkembang dari pengenalan benda yang jelas bentuk dan posisinya, dan sampai sekarang yang sedang dikembangkan adalah pengenalan pola – pola objek yang sangat kompleks, kompleks posisinya, kompleks bentuknya, kompleks susunannya, bahkan jumlahnya pun harus jadi pertimbangan, seperti pengenalan objek yang mampu dilakukan oleh panca indra.

Permasalahan yang terjadi dalam pengenalan pola sekarang adalah terbatasnya kemampuan sebuah sistem dalam melakukan pengenalan berbagai pola objek, sebuah sistem hanya akan mampu mengenali beberapa objek saja, dan itu pun harus melewati berbagai pelatihan – pelatihan tertentu agar sistem mampu mengenali objek tersebut, seperti pada pengenalan objek pada data citra digital, baik itu berupa image atau video. Di dalam image atau video tersebut bisa saja terdapat informasi – informasi lain dari objek – objek yang belum dikenalkan pada sistem tersebut. Jika dibuat sebuah sistem yang mampu mengenali objek – objek apa saja yang ada di dalam image atau video, maka akan dibutuhkan pelatihan objek yang sangat banyak, karena di dalam data citra itu tidak dapat dipastikan bahwa hanya akan ada satu atau dua objek saja, mungkin bisa lebih, bisa sepuluh, seratus, bahkan ribuan. Banyaknya objek ini akan berdampak pada penggunaan resource yang semakin besar, seperti database, memory, bahkan untuk proses pengenalannya pun akan memakan waktu yang semakin lama, dan semakin banyak pelatihan yang dilakukan pada sistem akan memunculkan galat yang lebih besar, sehingga hasil pengenalannyapun bukan semakin akurat, malah kebalikannya, semakin tidak dikenali.

Oleh sebab itu perlu dikembangkan metoda pengenalan baru dalam pengenalan pola yang mampu mengenali berbagai objek tersebut hanya dengan beberapa pengenalan sample saja, tanpa hatus melakukan pelatihan – pelatihan yang sangat banyak, sistem bisa saja melakukan perhitungan kemiripan data – data tertentu yang dapat ditangkap dari objek tersebut, dan menbandingkannya dengan beberapa objek tertentu yang ada dalam database atau knowledge yang telah ditentukan index datanya.

3.Penerapan Pengenalan Pola
 
Berikut adalah beberapa contoh penerapan pengenalan pola, yang telah dilakukan dan berhasil diterapkan dalam berbagai industri baik itu industri pabrik, kesehatan, keuangan maupun pertahanan antara lain :

  1. Sistem pembeda pejalan kaki dan pesepeda di penyebrangan jalan, dikembangkan tahun 1992. (Ripley:1996)
  2. Pengklasifikasian Galaksi, apakah Spiral, Ellips, atau lebih Halus.(Ripley:1996)
  3. Diagnosa Kelainan Medis.(Ripley:1996)
  4. Pembacaan Kode Pos pada amplop surat, yang dilakukan oleh Y. Le Cun dan beberapa peneliti lain pada tahun 1989 dan telah diterapkan di Amerika Serikat.(Le Cun at all:1989)
  5. Pembacaan simbol tulisan tangan pada pen pad komputer. (Ripley:1996)
  6. Memprediksi habitat yang memungkinkan lalat Tsetse bisa hidup dan berkembang biak pada tahun 1993, oleh B.D.Ripley, O.E.Bandroff-Nielsen dan beberapa peneliti lain di London. (Ripley at all:1993)
  7. Peramalan atau memprediksi perdagangan keuangan pada tahun 1995 dengan menggunakan jaringan saraf tiruan atau neural network. (Refenes:1995)
  8. Pendeteksian jenis kelamin kepiting genus Leptograpsus pada tahun 1974 oleh Campbell dan Mahon. (Campbell:1974)
  9. Pengenalan Pola DNA dan Sidik Jari, yang sekarang sering dipakai di kepolisian dan pemeriksaan DNA di rumah sakit. (Candela at all:1993)
  10. Pendeteksi serangan rudal musuh, yang dipakai pada sensor pertahanan serangan rudal jarak jauh pada kapal angkatan laut di berbagai negara. (Ripley:1993)
  11. Pembuatan Sistem Penentu Alokasi Kredit pada beberapa Bank yang menentukan layak atau tidakkah pengajuan kredit yang dilakukan nasabah atau perusahaan. (Carter at all:1987)
  12. Sistem Pengenalan Wajah, sebagai alat identifikasi selain fingerprint pada beberapa perusahaan atau instansi. (Hsu : 2002)
  13. Pengembangan dibidang biomedik seperti EEG,ECG, Röntgen, Tomography, Tissue, Cells, Chromosomes.
  14. Meteorolgi (remote sensing).
  15. Industrial / Sistem Pabrik.
  16. Nuclear System
  17. Sistem Inspeksi (robotic vision) ,dan
  18. Digital Microscopy

Selain penemuan – penemuan diatas masih banyak lagi penemuan lain yang memamfaatkan prinsip pengenalan pola, dan secara umum dapat dikelompokkan dalam bidang komputer dan informatika yaitu Speech recognition, Speaker identification, Character recognition, Signature verification, Image segmentation dan Artifcial intelligence. (Hamzah:2007)

4.Konsep Dasar Pengenalan Pola

Menurut Belance dan Nebot (2002) secara garis besar rangkaian pengenalan pola itu dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Skema Kegiatan Pengenalan Pola (Belance dan Nebot : 2002)
  • Sensor / Transducer

Sensor atau yang juga dikenal dengan Transducer merupakan alat yang digunakan tahapan pengambilan data dari lingkungan, atau dunia nyata, seperti dalam pengolahan citra datanya itu berupa photo dan sensor atau transducernya itu adalah kamera, dan selanjutnya data itu dikonversi menjadi data digital, agar bisa dilanjutkan ke tahap preprocessing.

  • Preprocessing & Enhancement

Preprocessing merupakan tahapan yang dilakukan mempersiapkan data mentah yang didapat dari dunia nyata agar dapat dan layak dipergunakan dalam tahapan pengolahan selanjutnya, ini dikarenakan data real itu umumnya memiliki beberapa masalah seperti, ketidak lengkapan data yang disebabkan kurang akuratnya sensor atau transducer, noisy atau adanya objek – objek pengganggu, dan memposisikan data agar sesuai dengan sarat extraksi fiturnya.

  • Feature Extraction

Exraksi Fitur (Feature Extraction) merupakan tahapan pengambilan ciri, atau pola karakteristik dari suatu data atau objek inputan, yang nantinya nilai atau bobot fitur yang didapatkan itu akan diproses dan dianalisa, sehingga dapat menjadi bahan pembeda dari objek – objek lainnya.

  • Classification

Secara bahasa Classification berati pengelompokan data berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki oleh data tersebut. Dalam hal ini data hasil extraksi fitur yang memiliki kesamaan dengan data – data lain, akan dikelompokkan dalam klasifikasi tertentu, kegiatan klasifikasi ini merupakan salah satu kegiatan fital dalam pengenalan pola, kesalahan dalam klasifikasi akan menyebabkan kesalahan dalam hasil yang akan dikeluarkan. Sehingga pada bagian klasifikasi ini, banyak sekali metode – metode yang dikembangkan oleh para peneliti, seperti penggunaan fuzzy, neural network, clustering, dan berbagai method – method lain. Hasil klasifikasi biasanya akan disimpan dan akan menjadi penentu untuk klasifikasi selanjutnya.

  • Description

Tahapan ini merupakan tahapan penyampaian hasil klasifikasi yang telah dilakukan, apakah objek yang diinputkan itu dikenal atau tidak, dan jika tidak, biasanya sistem akan meminta untuk melakukan pembelajaran ulang terhadap objek tersebut.

Referensi
  1. Ripley,B.D. (1996) Pattern Recognition and Neural Network, Cambridge University Press, Cambridge.
  2. Bishop, C. (2006) Pattern Recognition and Machine Learning, Springer Science and Business Media, New York.
  3. Le Cun, Y., Boser, B., Denker, J.S., Henderson, D., Howard, R.E., Hubbard, W., dan Jackel, L.D. (1989) Backpropagation Applied To Handwritten Zip Code Recognition, Neural Computation 1, hal 541-551.
  4. Ripley, B.D. (1993) Statistical Aspects of Neural Network, In Network and Chaos – Staistical and Probabilistik Aspects eds O.E. Bendroff Nielson, J.L. Jensen dan W.S. Kendall, hal 40-123. Chapman & Hall, London.
  5. Carter, C., Catlett, J. (1987) Assessing Credit Card Applications Using Machine Learning, IEEE Expert 2(3), hal 71-79.
  6. Refernes, A.P. (1995) Neural Networks in Capital Markets, Wiley, Chich-ester.
  7. Campbell, N.A., dan Mahon, R.J. (1974) A Multivariate Study of Variation in Two Species Of Rock Crab of Genus Leptograpsus, Australian Journal of Zoology. 22, hal 417-425.
  8. Candela, G.T. dan Chellappa, R. (1993, US National Institute of Standards and Tehcnology report NISTIR 5163.
  9. Hsu, R.L., Mottalieb, M.A., Jain, A.K (2002) Face Detection in Color Images, IEEE Transaction on Pattern Analysis and Machine Inteligence. 24(5), hal 696-706.
  10. Hamzah, A., Widiastuti, N. (2007) Penggunaan Algoritma Genetika dalam Peningkatan Kerja Fuzzy Clustering untuk Pengenalan Pola, Berkala MIPA Institut Sains & Teknologi AKPRIND, Yogyakarta.
  11. Belance, L. dan Nebot, A. (2002) Inteligence Data Analysis and Data Mining, Wright State University. Dayton USA.

Sabtu, 23 Oktober 2010

Menangkap Nilai Red, Green, dan Blue (RGB) Pada Image Dengan C++ Builder


Untuk menangkap nilai RGB dari image diperlukan fungsi macro yang sudah di include dalam VCL builder. Fungsinya adalah :

int GetRValue(TColor Clr);
int GetGValue(TColor Clr);
int GetBValue(TColor Clr);



Contoh Penggunaannya Dalam Sintak Adalah :

Pada Header


Pada Body


void __fastcall TFormRGB::ImageRGBMouseMove(
TObject *Sender,TShiftState Shift, int X, int Y)
{
PanelColor->Color = ImageRGB->Picture->Bitmap->
Canvas->Pixels[X][Y];

LabelR->Caption = "R : " +
IntToStr(GetRValue(ImageRGB->Picture->Bitmap->
Canvas->Pixels[X][Y]));

LabelG->Caption = "G : " +
IntToStr(GetGValue(ImageRGB->Picture->Bitmap->
Canvas->Pixels[X][Y]));

LabelB->Caption = "B : " +
IntToStr(GetBValue(ImageRGB->Picture->Bitmap->
Canvas->Pixels[X][Y]));
}
//---------------------------------------------------------------------------

Dengan fungsi macro tersebut bisa didapat nilai RGB yang dibutuhkan...
Enjoy Your Job...

Sabtu, 02 Oktober 2010

Sekilas Tentang Algoritma Semut ( AntNet Algorithm )

Algoritma Semut diadopsi dari perilaku koloni semut yang dikenal sebagai sistem semut (Dorigo, 1996). Secara alamiah koloni semut mampu menemukan rute terpendek dalam perjalanan dari sarang ke tempat-tempat sumber makanan. Koloni semut dapat menemukan rute terpendek antara sarang dan sumber makanan berdasarkan jejak kaki pada lintasan yang telah dilalui. Semakin banyak semut yang melalui suatu lintasan, maka akan semakin jelas bekas jejak kakinya. Hal ini akan menyebabkan lintasan yang dilalui semut dalam jumlah sedikit, semakin lama akan semakin berkurang kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan akan tidak dilewati sama sekali. Sebaliknya lintasan yang dilalui semut dalam jumlah banyak, semakin lama akan semakin bertambah kepadatan semut yang melewatinya, atau bahkan semua semut akan melalui lintasan tersebut.

Gambar berikut menujukkan perjalanan semut dalam menemukan jalur terpendek dari sarang ke sumber makanan.
 Perjalanan semut menemukan sumber makanan.

Gambar a di atas menunjukkan ada dua kelompok semut yang akan melakukan perjalanan. Satu kelompok bernama L yaitu kepompok yang berangkat dari arah kiri yang merupakan sarang semut dan kelompok lain yang bernama kelompok R yang berangkat dari kanan yang merupakan sumber makanan. Kedua kelompok semut dari titik berangkat sedang dalam posisi pengambilan keputusan jalan sebelah mana yang akan diambil. Kelompok semut L membagi dua kelompok lagi. Sebagian melalui jalan atas dan sebagian melalui jalan bawah. Hal ini juga berlaku pada kelompok semut R. Gambar b dan gambar c menunjukkan bahwa kelompok semut berjalan pada kecepatan yang sama dengan meninggalkan  feromon atau jejak kaki di jalan yang telah dilalui. Feromon yang ditinggalkan oleh kumpulan semut yang melalui jalan atas telah mengalami banyak penguapan karena semut yang melalui jalan atas berjumlah lebih sedikit dari pada jalan yang di bawah. Hal ini dikarenakan jarak yang ditempuh lebih panjang daripada jalan bawah. Sedangkan  feromon yang berada di jalan bawah, penguapannya cenderung lebih lama.  Karena semut yang melalui jalan bawah lebih banyak daripada semut yang melalui jalan atas. Gambar d menunjukkan bahwa semut-semut yang lain pada akhirnya memutuskan untuk melewati jalan bawah karena feromon yang ditinggalkan masih banyak. Sedangkan feromon pada jalan atas sudah banyak menguap sehingga semut-semut tidak memilih jalan atas tersebut. Semakin banyak semut yang melalui jalan bawah maka semakin banyak semut yang mengikutinya.   

Demikian juga dengan jalan atas, semakin sedikit semut yang melalui jalan atas, maka  feromon yang ditinggalkan semakin berkurang bahkan hilang. Dari sinilah kemudian terpilihlah jalur terpendek antara  sarang dan sumber makanan. Dalam algoritma semut, diperlukan beberapa variabel dan langkah-langkah untuk menentukan jalur terpendek, yaitu: 

Langkah 1 :  
a. Inisialisasi harga parameter-parameter algoritma. Parameter-parameter yang di inisialisasikan adalah :  

Kamis, 26 Agustus 2010

Dasar Algoritma Huffman

Konsep dasar dari metode Huffman adalah dengan membangun sebuah skema atau tabel yang berisikan frekuensi kemunculan masing-masing simbol. Dari tabel tersebut kemudian dibangun suatu kode-kode unik untuk mengidentifikasikan masing-masing simbol. Proses kompresi dengan metode huffman adalah sebagai berikut:
o Menyusun tabel frekuensi kemunculan masing-masing karakter, dan melakukan source reduction. Contoh dari source reduction ini dapat dilihat pada gambar berikut :

o Langkah kedua dari algoritma ini adalah mengkodekan masing-masing source yang telah direduksi, dimulai dari reduksi terakhir kembali ke sumber awalnya. Contoh dari hasil langkah kedua ini adalah (dengan menggunakan hasil reduksi dari gambar sebelumnya) :
 

o Langkah berikutnya adalah mengkodekan data sumber berdasarkan table look-up yang terbentuk. Sebagai contoh menggunakan kode Huffman yang dihasilkan pada proses diatas, maka jika string sumber berupa a4a1a2a2a3 (5 bytes), dihasilkan data binary yaitu 0110101100 (10 bits / ±2 bytes). 

Link Download :
Variasi Algoritma Huffman 

Sumber : www.ittelkom.ac.id 

Minggu, 22 Agustus 2010

Sedikit Tentang Pengolahan Citra (Image Processing)

Citra (image) merupakan gabungan antara titik-titik yang membentuk sebuah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Dilihat dari sudut pandang matematis , citra merupakan fungsi yang berkelanjutan (continue) dari intesitas cahaya pada bidang dua dimensi. Proses perekaman sebuah citra bermula dari sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian cahaya tersebut, pantulan ini ditangkap oleh alat-alat optik, misal pada mata manusia, kamera, scanner, dan masih banyak lagi yang dapat membuat bayangan objek terekam.

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data memiliki sifat - sifat  berikut (MUR 92) :
  1. Optic berupa foto.
  2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi.
  3. Digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetic.
Ada 2 jenis citra (MUN 2004) :
  1. Citra diam (still image) merupakan citra tunggal yang tidak bergerak. Citra diam biasanya disebut dengan citra saja.
  2. Citra begerak (moving image) merupakan rangakaian citra diam yang ditampilkan secara berurutan (sequential) sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang bergerak atau sering disebut dengan animasi.
Sering terdapat permasalahan pada citra yang menyebabkannya terjadi penurunan mutu (degradasi), seperti terdapat cacat atau derau (noise), warna yang terlalu kontras ,  kurang tajan,  kabur (blurring), dsb. Karena permasalahan tersebut menyebabkan penyampaian informasi terhadap citra tersebut juga menjadi kurang.  Oleh karena itulah pengolahan citra dibutuhkan  untuk memperbaiki citra yang mengalami gangguan mudah di interpretasi baik oleh manusia maupun mesin.
Pengolahan citra merupakan (MUN 2004) pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan komputer, menjadi citra yang kualitasnya lebih baik. Pada dasarnya pada bidang ilmu komputer, terdapat tiga bidang studi yang berkaitan dengan data citra dan memilki tujuan yang berbeda-beda, yaitu :
  1. Grafika Komputer (computer graphics)
  2. Pengolahan Citra (image processing)
  3. Pengenalan Pola (pattern recognition/image interpretation)
Hubungan antara ketiga bidang studi tersebut yaitu pada gambar :
 Tiga bidang studi yang berhubungan dengan citra

Grafika Komputer bertujuan menghasilkan citra (lebih tepat disebut grafik atau picture ) dengan primitive-primitive geometris seperti garis, lingkaran dan sebagainya. merupakan proses untuk menciptakan suatu gambar berdasarkan deskripsi obyek maupun latar belakang yang terkandung pada gambar tersebut. merupakan teknik untuk membuat gambar obyek sesuai dengan obyek tersebut di alam nyata. Grafika komputer memainkan peranan penting dalam visualisasi dan virtual reality.
Implementasi grafika komputer ke pencitraan

Pengolahan Citra bertujuan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Memperbaiki kwalitas gambar, dilihat dari aspek radiometrik (peningkatan kontras, transformasi warna, restorasi citra) dan dari aspek geometrik (rotasi, translasi, skala, transformasi geometrik). Melakukan pemilihan citra ciri (feature images) yang optimal untuk tujuan analisis. Melakukan proses penarikan informasi atau deskripsi obyek atau pengenalan obyek yang terkandung pada citra. Melakukan kompresi atau reduksi data untuk tujuan penyimpanan data, transmisi data, dan waktu proses data.
Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra lain. Jadi, masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra, namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik daripada citra masukan. Pemampatan citra (image compression) juga termasuk kedalam bidang ini.

Skema Teknik Transformasi Citra

Contoh dibawah ini merupakan pengolahan operasi citra  lainya yaitu penghilangan derau (noise) pada citra kucing. citra kucing disebelah kiri mengandung derau berupah bintik-bintik (derau). Dengan operasi penapisan (filetering) derau pada citra ini sehingga dihasilkan gambar kualitas citra kucing yang lebih baik.
a. citra kucing yang memiliki noise, b. citra kucing yang telah diperbaiki atau dilakukan penapisan (filtering).

Pengenalan Pola Secara teori pattern recognition dapat kita katakan sebagai salah satu cabang dari ilmu komputasi yang dititik beratkan pada penemuan pola pada data yang menunjukkan satu informasi tertentu. Data yang digunakan untuk pengenalan pola ini dapat berupa citra, suara, text, maupun gambar bergerak (video). Dengan kata lain, kita berupaya agar data tadi mampu mengeluarkan informasi yang terkandung di dalamnya. Seberapa jauh kemampuan data itu dapat memberikan informasinya, tentunya tergantung dari kualitas dan kuantitas data itu sendirimengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh mesin (dalam hal ini komputer). Tujuan pengelompokkan ini ialah untuk mengenali suatu objek didalam citra.
Pengetahuan ini banyak dipengaruhi oleh kemampuan manusia itu sendiri dalam memproses informasi, mengenal wajah, tulisan, dsb. Namun belum ada satupun algoritma yang dapat menyamai kemampuan tersebut, karena otak manusia sendiri berisi kira-kira 20 miliar sel otak. walaupun saat ini hal tersebut sudah hampir mendekati. Selain itu otak manusia memiliki struktur yang lebih komplek. Sel-sel yang jumlahnya banyak tersebut saling berhubungan satu sama lain dimana masing-masing sel tersebut mewakili satu karakteristik tersendiri.
Kita dapat mengenali suatu objek yang kita lihat karena otak kita telah belajar mengklasifikasikan objek-objek tersebut sehingga secara alami kita bisa membedakan suatu objek dengan objek yang lainnya. Begitu juga halnya mesin yang mencoba mengikuti dasar dari kemampuan visual manusia. komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut, dan memberikan keluaran berupa deskripsi objek didalam citra.
Skema Pengenalan Pola

Untuk menghasilkan citra digital dan dapat diolah dengan komputer digital, suatu citra harus direpresentasikan secara numeric dengan nilai-nilai diskrit. Digitalisasi merupakan representasi citra dari fungsi malar (kontinu) menjadi niai-nilai diskrit. Citra yang dihasilkan inilah yang disebut citra digital (digital image).
Citra digital yang tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi (DUL 97):

Citra digital yang berukuran N X M biasa dinyatakan dengan matriks yang berukuran N baris dan M kolom sebagai berikut :

Indeks baris (i) dan indeks kolom (j) menyatakan suatu koordinat titik pada citra, sedangkan f(I,j) merupakan intensitas (derajat keabuan) pada titik (I,j). Setiap elemen pada citra biasa disebut dengan image elemen, atau pixel, atau picture elemen atau pel .
Sebagai contoh, misalkan sebuah citra berukuran N X M mempunyai 256 X 256 pixel dan direpresentasikan secara numeric dengan matriks yang terdiri  dari 256 buah baris (di-indeks dari 0 sampai 255) dan 256 buah kolom (di-indeks dari 0 sampai 255) (MUN 2004) seperti contoh berikut :
Representasi Numerik

Pixel pertama pada koordinat  (0,0) mempunyai nilai intensitas 0 yang berarti warna pixel tersebut hitam, pixel kedua pada koordinat (0,1) mempunyai koordinat 134 yang berarti warnanya antara hitam dan putih, dst.
Proses digitalisasi citra ada dua macam :
  1. Digitalisasi spasial (x,y) yang sering disebut sebagai sampling
  2. Digitalisasi intensitas f(x,y), sering disebut sebagai kuantisasi. 
Sampling  merupakan Citra kontinu yang dapat dilihat pada grid-grid yang berbentuk bujursangkar (kisi-kisi dalam arah horizontal dan vertical) . seperti pada gambar  dibawah ini :
Sampling secara spasial

Terdapat perbedaan antara gambar yang disampling dengan koordinat matriks(hasil digitalisasi) titik asal (0,0) pada gambar dan elemen (0,0) pada matriks tidak sama. Koordinat x dan y pada gambar dimulai dari sudut kiri bawah, sedangkan penomoran pixel pada matriks dimulaidari sudut kiri atas.
Penomoran Pixel


Dalam hal ini,
i = x, 0 ≤ i ≤ N – 1            
j = (M-y), 0 ≤ i ≤ N – 1
x = DxIN increment
y = DyIM increment

keterangan :
N   = jumlah maksimum pixel dalam satu baris
M   = jumlah maksimum pixel dalam satu kolom
Dx = lebar gambar (dalam inchi)
Dy = tinggi gambar (dalam inchi)

Catataan : beberapa referensi menggunakan (1,1) –daripada (0,0) – sebagai koordinat elemen pertama pada matriks.

Elemen (I,j) di dalam matriks menyatakan rata-rata intensitas cahaya pada area citra yang direpresentasikan oleh pixel. Sebagai contoh, lihat citra biner yang hanya mempunyai 2 derajat keabuan, 0 mewakili hitam, dan 1 mewakili putih. Sebuah gambar yang berukuran 10 X 10 inchi dinyatakan dalam matriks yang berukuran 5 X 4, yaitu lima baris dan empat kolom. Tiap elemen gambar lebarnya 2.5 inchi dan tingginya 2 inchi akan diisi dengan sebuah nilai bergantung pada rata-rata intensitas cahaya pada area tersebut.
Area 2.5 X 2.0 inchi pada sudut kiri atas gambar dinyatakan dengan (0,0) pada matriks 5X4 yang menagndung nilai 0 yang berarti tidak memiliki intensitas cahaya. Area 2.5 X 2.0 inchi pada sudut kanan bawah gambar dinyatakan dengan lokasi (4,3) pada matriks 5X4 yang mengandung nilai 1 (yang berarti iluminasi maksimum).
a. yang disampling b. yang merepresentasikan gambar (GAL 90)

Untuk memudahkan implementasi, jumlah sampling biasanya diasumsikan perpangkatan dari dua,
N = 2 n
Dimana, 
N = jumlah sampling pada suatu baris / kolom
n  = bilangan bulat positif
Contoh ukuran sampling : 256 X 256 pixel, 128X256 pixel, langkah selanjutnya setelah proses sampling yaitu kuantisasi. Proses kuantisasi yaitu membagi skala keabuan (0,L) menjadi G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat (integer), biasanya G diambil perpangkatan dari 2,
G = 2m
Dimana, 
G = derajat keabuan
m = bilangan bulat positif

Nilai skala dan nilai keabuan serta pixel depth


             Hitam dinyatakan dengan derajat keabuan terendah yaitu 0, sedangkan putih dinyatakan dengan derajat keabuan tertinggi misalnya 15 untuk level 16. jumlah bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan nilai keabuan pixel disebut kedalaman pixel (pixel depth). Citra sering diasosiasikan dengan kedalaman pixelnya. Jadi, citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8-bit (atau citra 256 warna). Pada kebanyakan aplikasi, citra hitam putih dikuantisasikan pada 256 level dan membutuhkan 1 byte (8 bit) untuk representasi setiap level pixel-nya (G=256=28) .Penyimpanan citra digital yang disampling menjadi N X M buah pixel dan dikuantisasikan menjadi G = 2m level derajat keabuan memerlukan memori sebanyak(bit)
b = N X M X m
Contohnya apabila kita menyimpan sebuah citra yang berukuran 512 X 512 pixel dengan 256 derajat keabuan membutuhkan memori sebesar 512 X 512 X 8 bit = 2048.000 bit. Jadi semakin tinggi nilai N ( atau M) dan m,  maka kualitas citra yang dihasilkan semakin bagus.